Pemerintah Kantongi Izin, DPRD minta Tingkatkan Produksi Beras Nona Malaka

Pemerintah Kantongi Izin, DPRD minta Tingkatkan Produksi Beras Nona Malaka

Malaka, MSRI — Kerja awal program Swasembada Pangan kepemimpinan Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH, MH telah mengubah sistem pertanian tradisional menjadi komersial. Pemerintah telah mengantongi izin produksi, DPRD Kabupaten Malaka meminta agar meningkatkan jumlah produksi beras Nona Malaka.

Permintaan itu disampaikan Anggota DPRD Kabupaten Malaka, Anderias Nahak Seran, SH di Betun, Minggu (28/7/24).

Dikatakan, program swasembada pangan yang sudah dicanangkan Bupati Simon, dan langkah demi langkah memberi harapan bagi masyarakat Kabupaten Malaka. Saat ini, Kabupaten Malaka sudah memiliki brand Nona Malaka sebagai izin produksi beras. Izin produksi komoditi yang dipertanggungjawabkan secara hukum ini, perlu dilestarikan dengan meningkatkan jumlah produksi beras Nona Malaka.

“Kita bicara jenis komoditi. Tapi, yang mana. Komoditi beras yang mana. Kalau Malaka, saat ini sudah punya beras, Nona Malaka. Sehingga, perlu ditingkatkan jumlah produksi. Jadi, misalkan beras Nona Kupang langka di pasar Kota Kupang, jangan salahkan pemerintah. Pemerintah dengan produksi komoditi, misalnya beras, tentu punya tujuan. Yah, salah satunya bisa mengendalikan harga pasar,” jelas Anderias.

Kades Uabau, Agustinus Tere kepada wartawan, beberapa waktu lalu mengatakan program swasembada pangan kepemimpinan Bupati Simon perlu ditindaklanjuti pemerintah dan masyarakat desa. Pihaknya menjalankan program swasembada pangan itu dengan Kegiatan 3K (kebun, kandang, kolam). 3K sebagai kegiatan nyata dari program swasembada pangan untuk mencapai apa yang disebut makan-minum cukup.

Sementara, Gaspar Kabosu kepada wartawan, pekan lalu mengatakan mengatakan pacul tanah gratis itu bukan program swasembada pangan dan tidak menjadi solusi penyelesaian masalah pangan termasuk kurang pangan ataupun lapar. Karena, program pemerintah apa saja yang berkaitan dengan pertanian itu harus membantu petani agar bekerja lebih giat. Bantuan itu sifatnya pemberdayaan.

“Kalau lapar, bukan pacul tanah gratis yang menjadi solusi. Tapi, harus kerja keras. Program 3K (kebun, kandang, kolam) pak bupati itu, kegiatan konkrit yang bisa menjawab kebutuhan makanan,” kata Gaspar sambil menjelaskan kata lapar itu tidak ada kalau orang bekerja keras. Karena, masyarakat punya kebun dan ternak. Sehingga, masyarakat harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan makan, bukan pacul tanah gratis sebagai jawaban atas kata lapar atau kurang makanan, sebagaimana dilansir media ini, beberapa waktu lalu.

Pemerintah Kabupaten Malaka melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan terus berupaya meningkatkan produksi beras brand Nona Malaka, karena memiliki dampak positif. Selain berproyeksi menuju swasembada pangan, kebutuhan makan yang cukup, beras brand Nona Malaka dapat mengendalikan harga pasar, mencegah ijon dan penjualan gabah yang sangat menguntungkan.

Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Malaka, drh. Yanuaria Maria Seran, kepada wartawan, Senin (29/7/24) mengatakan produksi beras Nona Malaka ditingkatkan tahun ini. Para petani sudah menimbang gabah sebanyak 17. 548 ton dan sementara disiapkan untuk memroduksi beras Nona Malaka.

Para petani ramai-ramai menimbang gabah untuk produksi beras Nona Malaka, karena harganya sangat menjanjikan. Keuntungan jauh lebih besar, karena harga gabah Rp 5. 500/kg, ketimbang sebelumnya Rp 3. 500/kg. Dengan demikian, sangat mempengaruhi dan mencegah praktek ijon yang dimainkan tengkulak dan rentenir. Selanjutnya, merk beras Nona Malaka dapat mengubah budaya pertanian dari sistem pertanian tradisional menjadi komersial. Beras Nona Malaka layak di pasaran dan telah mendorong petani untuk menimbang gabah karena kondisi pasar yang menjanjikan.

Informasi dan data yang dihimpun, alokasi anggaran untuk produksi beras Nona Malaka sangat sedikit ketimbang urus olahraga di Kabupaten Malaka. Sehingga, pantas anggota DPRD Malaka, Anderias meminta pemerintah untuk meningkatkan jumlah produksi beras Nona Malaka. Jika dibandingkan dengan program Revolusi Pertanian Malaka (RPM) pemerintahan sebelumnya, sangat disayangkan, krn RPM menelan anggaran ratusan miliar, tetapi hasilnya nol kaboak (red, tidak ada dan ada yang masuk penjara). Sementara, swasembada pangan Bupati Simon hanya menelan anggaran Rp 14 miliar, tetapi ada izin produksi untuk nama komoditi beras Malaka, dan produksinya dilihat secara kasat mata.(Tim).